Apa Itu Stablecoin? Pengertian, Jenis, Cara Kerja, dan Contoh Lengkap

Published Date:October 19, 2025Read Time:3 menit
profile picture

DRX Admin

Apa Itu Stablecoin? Pengertian, Jenis, Cara Kerja, dan Contoh Lengkap

Dalam dunia kripto yang dikenal penuh fluktuasi ekstrem, ada satu jenis aset digital yang diciptakan untuk menjaga stabilitas nilai: stablecoin.

Berbeda dari Bitcoin atau Ethereum yang nilainya bisa naik-turun tajam dalam hitungan jam, stablecoin dirancang agar nilainya tetap stabil — biasanya mengikuti mata uang fiat seperti dolar AS (USD), euro (EUR), atau bahkan emas.

Stablecoin menjadi jembatan penting antara dunia keuangan tradisional (fiat) dan ekosistem blockchain. Ia memegang peran vital dalam trading, lending, hingga pembayaran lintas negara.

Namun, di balik kestabilannya, stablecoin juga memiliki kompleksitas mekanisme dan risiko tersendiri.

Artikel ini akan membahas secara lengkap apa itu stablecoin, bagaimana cara kerjanya, jenis-jenisnya, hingga contoh nyata seperti USDT, USDC, dan DAI yang mendominasi pasar global.

Apa Itu Stablecoin?

Secara sederhana, stablecoin adalah aset kripto yang dirancang agar nilainya tetap stabil. Tujuannya adalah menciptakan mata uang digital yang tidak terlalu terpengaruh oleh volatilitas harga seperti yang sering terjadi pada aset kripto lain.

Biasanya, stablecoin dipatok terhadap aset dunia nyata — yang disebut “peg” — misalnya:

  1. 1 USDT ≈ 1 USD
  2. 1 XAUT ≈ 1 ons emas
  3. 1 EURC ≈ 1 Euro

Artinya, setiap unit stablecoin mewakili nilai yang relatif sama dengan aset rujukannya.

Konsep ini memungkinkan pengguna bertransaksi di dunia kripto tanpa harus keluar dari ekosistem blockchain ketika ingin “menyimpan nilai”.

Bagaimana Cara Kerja Stablecoin?

Untuk menjaga nilai agar tetap stabil, stablecoin menggunakan tiga pendekatan utama tergantung pada model jaminannya:

  1. Stablecoin dengan dukungan fiat (Fiat-Collateralized)
  2. Stablecoin dengan dukungan kripto (Crypto-Collateralized)
  3. Stablecoin algoritmik (Algorithmic)

Mari kita bahas satu per satu.

Fiat-Collateralized Stablecoin (Didukung Uang Fiat)

Ini adalah jenis stablecoin yang paling umum dan paling banyak digunakan.

Setiap token stablecoin didukung oleh cadangan uang fiat seperti dolar AS atau euro yang disimpan oleh penerbit.

Contoh:
USDT (Tether) – dipatok 1:1 terhadap USD, dikelola oleh Tether Limited.
USDC (USD Coin) – diterbitkan oleh Circle & Coinbase (melalui konsorsium Centre).
BUSD (Binance USD) – disetujui oleh regulator AS (sebelum dihentikan di 2024).

Cara kerjanya:

Misalnya Anda membeli 1.000 USDC, maka Circle akan menyimpan uang fiat senilai $1.000 di rekening cadangan. Jika Anda menukarkannya kembali, token USDC Anda akan “dibakar” (burned), dan Anda menerima uang fiat kembali.

Kelebihan:

  1. Nilainya paling stabil (1:1 terhadap fiat).
  2. Likuiditas tinggi dan diterima luas di exchange.

Kekurangan:

  1. Bergantung pada pihak terpusat (custodian).
  2. Memerlukan kepercayaan terhadap laporan audit cadangan.

Crypto-Collateralized Stablecoin (Didukung Kripto)

Jenis ini didukung oleh aset kripto lain — bukan uang fiat.

Untuk mengantisipasi volatilitas kripto, biasanya sistem ini menggunakan over-collateralization (jaminan berlebih).

Contoh:
DAI dari MakerDAO: didukung oleh aset kripto seperti ETH, USDC, dan lainnya.
sUSD dari Synthetix: dijamin dengan SNX token.

Cara kerjanya (contoh DAI):

Jika Anda ingin mencetak (mint) 1.000 DAI, Anda perlu mengunci (lock) ETH senilai misalnya $1.500 sebagai jaminan (collateral).

Jika harga ETH turun drastis, sistem otomatis melikuidasi posisi untuk menjaga kestabilan nilai DAI tetap di kisaran $1.

Kelebihan:

  1. Transparan (semua data dan jaminan on-chain).
  2. Tidak bergantung pada lembaga terpusat.

Kekurangan:

  1. Lebih kompleks dan rawan likuidasi saat pasar bearish.
  2. Nilai collateral bisa fluktuatif.

Algorithmic Stablecoin

Berbeda dari dua jenis sebelumnya, stablecoin algoritmik tidak memiliki aset jaminan fisik.

Nilainya dijaga melalui mekanisme algoritma dan insentif pasar — mirip dengan kebijakan moneter digital.

Contoh:
TerraUSD (UST) (kini sudah runtuh).
Ampleforth (AMPL) – menyesuaikan suplai token otomatis berdasarkan harga pasar.

Cara kerjanya:

Ketika harga stablecoin naik di atas $1, sistem akan mencetak lebih banyak token (inflasi) untuk menurunkan harga. Sebaliknya, ketika harga turun di bawah $1, token dibakar (deflasi) agar harga naik kembali.

Kelemahan besar:

Model ini sangat bergantung pada kepercayaan pasar dan mekanisme insentif.

Kasus Terra-LUNA 2022 menjadi contoh kegagalan besar di mana algoritma gagal menjaga peg, menyebabkan kerugian miliaran dolar.

Fungsi dan Kegunaan Stablecoin

Stablecoin kini menjadi pondasi utama ekosistem kripto modern. Berikut fungsi utamanya:

Sebagai Alat Tukar (Medium of Exchange)

Stablecoin memungkinkan transaksi cepat dan murah tanpa fluktuasi harga ekstrem. Misalnya, membayar freelancer internasional dengan USDC jauh lebih efisien daripada menggunakan bank konvensional.

Sebagai Penyimpan Nilai (Store of Value)

Investor sering “parkir” aset di stablecoin saat pasar kripto turun (bear market). Dengan begitu, nilai investasi mereka tetap terlindungi tanpa harus keluar dari blockchain.

Sebagai Jembatan DeFi

Stablecoin adalah bahan bakar utama dalam ekosistem DeFi. Digunakan untuk:

  1. Staking
  2. Lending & Borrowing (contoh: Aave, Compound)
  3. Yield Farming
  4. Liquidity Pool

Sebagai Alat Hedging

Trader menggunakan stablecoin untuk melindungi posisi mereka dari volatilitas aset lain.

Sebagai Solusi Pembayaran Global

Stablecoin seperti USDC memungkinkan remitansi lintas negara lebih cepat, murah, dan transparan dibanding sistem bank tradisional.

Risiko dan Kelemahan Stablecoin

Meskipun tampak aman, stablecoin tetap memiliki risiko yang perlu dipahami:

1️. Risiko Sentralisasi

Stablecoin seperti USDT atau USDC bergantung pada perusahaan penerbit. Jika otoritas memblokir dana atau akun tertentu, aset pengguna bisa dibekukan.

2️. Risiko Cadangan Tidak Transparan

Isu audit cadangan USDT menjadi perdebatan lama. Kurangnya transparansi dapat menimbulkan krisis kepercayaan.

3️. Risiko Depeg (Kehilangan Patokan)

Jika cadangan tidak cukup, atau sistem algoritmik gagal menjaga keseimbangan, harga stablecoin bisa “depeg” dari nilai acuannya.

4️. Risiko Regulasi

Pemerintah di banyak negara mulai mengatur penggunaan stablecoin — terutama terkait anti-money laundering (AML) dan KYC.

Stablecoin vs Cryptocurrency Lain

AspekStablecoinBitcoin / Ethereum

VolatilitasRendah (stabil)Tinggi
TujuanNilai stabil untuk transaksiInvestasi / spekulasi
Dukungan NilaiFiat, kripto, atau algoritmaPermintaan & kelangkaan
RegulasiLebih diawasiLebih bebas
RisikoDepeg, sentralisasiVolatilitas pasar

Stablecoin bukan pesaing Bitcoin, melainkan komplemen penting dalam ekosistem kripto. Banyak trader menggunakan stablecoin sebagai base pair untuk perdagangan aset kripto lainnya (misalnya BTC/USDT).

Contoh Penggunaan Stablecoin di Dunia Nyata

1️. Perdagangan Kripto:

Sebagian besar volume trading di Binance, Coinbase, dan Bybit menggunakan pasangan USDT atau USDC.

2️. DeFi Ecosystem:

Protokol seperti Aave dan Curve memanfaatkan stablecoin sebagai sumber likuiditas utama.

3️. Pembayaran dan Remitansi:

Stablecoin memotong biaya transfer antarnegara. Misalnya, Tether digunakan secara luas di Asia dan Amerika Latin.

4️. Adopsi Perusahaan Tradisional:

PayPal meluncurkan PYUSD (PayPal USD) — stablecoin resmi mereka di jaringan Ethereum.

Masa Depan Stablecoin

Stablecoin diprediksi akan menjadi jembatan utama antara kripto dan keuangan global. Namun, masa depannya sangat tergantung pada regulasi dan transparansi.

  1. Uni Eropa melalui regulasi MiCA (Markets in Crypto-Assets) mulai menetapkan aturan ketat.
  2. AS juga sedang menyusun Stablecoin Bill untuk memastikan cadangan yang aman dan audit berkala.
  3. Di Asia, negara seperti Singapura dan Jepang membuka ruang bagi stablecoin berizin.

Selain itu, muncul pula tren CBDC (Central Bank Digital Currency) — mata uang digital resmi dari bank sentral yang bisa menjadi pesaing atau kolaborator stablecoin.

Kesimpulan

Stablecoin bukan sekadar “kripto stabil”, tetapi pondasi likuiditas dari seluruh ekosistem blockchain modern. Ia mempermudah transaksi, memfasilitasi keuangan terdesentralisasi (DeFi), dan membuka jalan bagi integrasi antara dunia fiat dan digital asset.

Namun, pengguna tetap harus memahami risikonya — terutama sentralisasi dan potensi depeg. Dalam dunia yang penuh volatilitas, stablecoin adalah jangkar kestabilan, tapi jangkar itu tetap perlu diperiksa kekuatannya.

FAQ: Pertanyaan Umum Tentang Stablecoin

1️. Apa contoh stablecoin paling aman?

USDC dan DAI sering dianggap lebih aman karena audit transparan dan mekanisme on-chain.

2️. Apakah stablecoin bisa menghasilkan keuntungan?

Bisa, jika digunakan di platform DeFi untuk staking, lending, atau liquidity pool.

3️. Apakah stablecoin benar-benar stabil?

Relatif stabil terhadap aset acuannya, namun tetap ada risiko “depeg” jika cadangan terganggu.

4️. Apa perbedaan stablecoin dan CBDC?

Stablecoin diterbitkan oleh entitas swasta, sementara CBDC diterbitkan langsung oleh bank sentral.